Selasa, 29 Maret 2011

Tidak Kutemukan Tuhan di Dalam Nyanyian

NAMAKU Ricky. Aku lahir di Jakarta tahun 1981 lalu. Sejak setelah di baptis namaku berubah menjadi Erick Median. Itulah nama baptisku. Ayah dan ibuku asli Batak. Ibu bermarga Sihombing dan ayahku Hutabarat. Keduanya adalah penganut Kristen yang taat.

Aku terlahir dari keluarga yang taat beragama. Walaupun ayahku kadang suka bergaya hidup bebas. Sedangkan keluarga dari ibu kebanyakan adalah aktivis gereja dan pendeta. Sejak kecil aku sudah dikenalkan dengan Tuhan Yesus. Ibukulah yang banyak memberikan pendidikan agama padaku.

Namun sejak kecil ibu sudah meninggalkanku. Ia wafat dalam keadaan masih memeluk agama Kristen. Sebelum meninggal, ibu sempat masuk ke rumah sakit jiwa beberapa hari. Ibu terserang penakit paru paru basah dan komplikasi. Ibu pun meninggal. Peristiwa menyedihkan itu terjadi di tahun 1985.

Sepeninggal ibu, ayahku menikah lagi. Sebetulnya, istri ayahku yang kedua ini adalah seorang muslimah. Tapi berkat bujuk rayu dan tekanan ayahku yang Kristen fanatik walaupun jarang ibadah, ibu tiriku yang muslimah itu pun masuk ke agama yang kami anut. Pernikahan mereka pun sebenarnya tidak direstui oleh orang tua sang mempelai wanita. Akhirnya mereka kawin lari.

Musibah kembali menimpa keluarga kami. Tak lama, ayahku menyusul meninggal karena sakit. Aku sempat kalut dan stress berkepanjangan. Aku tidak tahu harus bagaimana waktu itu. Akhirnya, oleh keluarga dari pihak ibu kandung, aku dibawa pulang ke Medan. Di sana aku dan saudara saudaraku tinggal di rumah nenek dan diasuh olehnya.

Tidak berapa lama di Medan, aku kembali lagi ke Jakarta. Aku ikut dengan ibu tiriku yang dinikahi ayahku itu. Di kota metropolitan inilah aku berada pada titik kehidupan yang menggila. Di sini pula aku mulai mengenal pacaran dan pergaulan bebas. Tapi saya tidak merokok dan juga minum-minum. Entah, aku sangat benci dengan asap.

Tapi satu hal yang tidak bisa aku tinggalkan adalah musik. Aliran muski rock adalah yang paling aku gandrungi. Aku kecanduan dengannya. Aku merasa, hidup tanpa musik serasa mati.

Syukurnya, di usia SMA itu, aku sudah bekerja di salah satu perusahaan Desain and Printing di Cikarang, Bekasi. Aku juga sudah punya kontrakan sendiri. Di kontrakan inilah aku saban hari bermusik. Tak pelak, setiap hari dentuman musik keras kerap mengantam-hantam ruangan kontrakanku yang tak terlalu besar itu.

Hampir segala jenis kaset musik aku koleksi seperti Rock and roll, Progressive rock dan Psychedelic rock yang meledak dan digandrungi anak anak muda ditahun 1960-an. Aku juga mengoleksi kaset aliran musik rock tahun 70-an seperti Psychedelic rock, Hard rock, Punk Rock, Heavy metal, Hardcore punk, dan Black Metal serta beberapa aliran musik cadas lainnya. Aku adalah pencinta musik sejati. Aku benar-benar dibuatnya tergila-gila.

Puncaknya, aku mendaftar menjadi peserta Indonesian Idol program RCTI tahun 2003 di Jakarta. Kata orang, sih, suaraku memang tidak jelek jelek amat. Tapi sayang, aku tidak beranjak untuk masuk proses audisi selanjutnya. Cita citaku untuk menjadi bintang yang akan dipuja-puja gagal.

Sejak itu, kehidupanku dan hari hariku hanya habis di ruang kehampaan. Aku semakin dalam terjerembab masuk ke dunia bebas nilai ini. Namun masih seperti biasa, aku tidak bisa merokok walaupun teman temanku mengajak dan selalu memancing. Aku sangat tidak suka asap. Padahal teman-temanku rata rata adalah perokok keras.

Aku juga sempat berpacaran dengan seorang Muslimah. Kami pun sangat saling mencintai. Tapi beberapa waktu kemudian, aku terpaksa memutuskannya. Entah, aku merasa telah banyak berbuat dosa kepada Tuhan.

Aku memutuskan cinta dengan Muslimah tersebut agar aku bisa lebih dekat kepada Tuhan Yesus dan meminta ampun atas segala dosaku. Aku ingin kembali padanya lebih dekat lagi. Aku ingin menghapus dosa-dosaku.

Tapi, rasa hampa dan berdosa itu terus mengusikku. Aku memang beribadah kepada Tuhan. Aku membaca Al Kitab. Tapi tidak ada kepuasan bathin yang kurasakan. Malah aku semakin gagap saja pada diriku sendiri. Aku tidak menemukan ketenangan itu.

Agar kehampaan itu tidak berlangsung lama, aku pun mulai giat mendalami dan membaca buku-buku rohani Kristen untuk menambah imanku yang pelan-pelan keropos ini. Aku sering ke toko buku dibilangan Cimone, Tangerang.

Dari Trinitas
Hingga pada kali waktu, aku menemukan buku yang berjudul Sejarah Injil dan Gereja karangan Ahmad Idrus di took buku itu. Anehnya, aku menemukan buku tersebut pada rak katalog buku buku rohani Kristen. Aku tertarik dan membelinya.

Aku membaca buku itu hingga tuntas. Banyak jawaban yang kutemukan di sana dari sekian banyak lontaran tanya yang pernah hinggap di kepalaku. Kala itu aku mulai bertanya-tanya, kenapa Tuhan ada tiga? Apakah dengan adanya tiga tuhan, mereka tidak saling berebut pengaruh dan akhirnya berkelahi? Dan masih banyak lontaran tanya lain yang mengepala.

Dan sesungguhnya, konsep Trinitas inilah yang kemudian menghantarku mengenal Islam lebih jauh. Aku semakin menyeriusi membaca buku tentang konsep Trinitas dari banyak sumber dan kemudian membandingkannya. Dan, aku semakin simpatik saja dengan Islam.

Keyakinanku pada Islam tidak bisa lagi dibendung. Setelah banyak membaca literatur tentang konsep ajaran Islam dan Kristen serta membandingkannya, aku semakin yakin dengan kebenaran ajaran Islam. Jalan inilah yang membuatku tenang dan tidak ada lagi rasa bimbang.

Sebelumnya, entah ada maksud dan ada petunjuk apa, aku pernah bermimpi mengejar sosok berjubah putih bersih. Aku minta diislamkan oleh sosok tersebut. Mimpiku ini aku ceritakan pada salah seorang rekan kerjaku yang Muslim, kebetulan aku sangat akrab dengannya. Ia jauh lebih tua dariku. Ia juga sudah berkeluarga dan punya anak. Ia sudah kuanggap orang tua sendiri.

Rekan kerjaku tersebut sempat tidak percaya tentang ihwal mimpiku itu. Ia hanya berkata: "Jangan masuk Islam kalau hanya mencoba, karena wanita (pacar),atau karena paksaan. Pelajari dan yakinilah dulu."

Aku terhenyak. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku memang sudah mantap memilih Islam sebagai jalan hidupku. Tidak ada paksaan. Tidak pula karena perempuan atau pacaran, apalagi hanya mencoba-coba. Aku sadar, pilihan ini pasti ada risikonya. Baik pertentangan dari keluarga ataupun kerabat yang lain.

Akhirnya, pada tanggal 27 Agustus 2004 lalu, aku mengikrarkan dua kalimat syahadat di Masjid Baitul Hasan Cikarang, Bekasi, sebelum sholat Jum'at. Disaksikan ratusan kaum Muslimin yang ada saat itu. Sejak hari itu, aku benar benar merasa terbebas dari penjara hidup yang hampa lagi sesak yang selama ini mengkungiku.

Kini, namaku berubah menjadi Muhamamd Rifqy Abdillah. Untuk memperdalam pemahaman tentang agama Islam, aku mengikuti program Kuliah Dai Mandiri selama tiga bulan lebih (sejak Februari s/d pertengahan Mei 2009) yang diselenggarakan oleh salah satu pesantren di Bogor. Di sana aku mendapatkan banyak ilmu agama dan bekal rohani yang semakin memantapkan jalanku ini.

Dari pihak keluarga, awalnya memang menentang keras keislamanku. Bahkan, aku sempat dituduh sebagai anak yang durhaka. Namun selanjutnya mereka bisa menerima meski kuakui itu berat bagi mereka.

Bahkan belakangan kuketahui, kakak keduaku yang menetap di daerah Bitung, Tangerang, ternyata lebih dulu masuk Islam setahun sebelum aku. Aku memang jarang melakukan komunikasi dengannya. Dari keluarga pihak ayah ataupun ibu, baru kami berdua yang memeluk Islam. Dan aku bahagia pada pilihanku ini.

Aku tetap berharap kepada Allah SWT agar keluargaku yang belum mendapatkan hidayah-Nya segera mendapatkan apa yang aku rasakan sekarang. Aku pasti masih dan akan tetap mencintai mereka serta berharap mereka semua mendapatkan petunjuk dari Allah SWT Amiiin. Mohon doanya. *

Seperti diceritakan Muhammad Rifqy Abdillah kepada hidayatullah.com
teamjabal 29 Mar, 2011


--
Source: http://situslakalaka.blogspot.com/2011/03/tidak-kutemukan-tuhan-di-dalam-nyanyian.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar